Nama beliau adalah Al-Imam Abu Fadhl Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Hajar Al-Asqalany. Lahir di Kairo pada tanggal 22 Sya'ban 773 H. Beliau dikenal sebagai seorang pakar dalam berbagai disiplin keilmuan. Pendidikan Ibnu Hajar dimulai saat ia berusia 5 tahun, kekuatan menghafalnya telah terlihat saat ia belajar di beberapa katatib (tempat pengajian) dengan beberapa gurunya. Kecerdasan dalam diri Ibnu Hajar tampak sejak ia kecil. Ia telah selesai menghafal al-Quran diusianya yang ke-9, ditambah dengan Alfiyah Al-'Iraqy (Ilmu Hadits) dan Mukhtashor Ibnu Al-Hajib (Ushul Fiqh). Hal ini didukung dengan adanya lingkungan keluarga beliau yang selalu menyokong untuk cinta ilmu, meski sang ayah telah wafat saat ia berusia 4 tahun.
Pada tahun 784 H, tepatnya saat Ibnu Hajar berusia 12 tahun, ia telah mendapatkan kesempatan untuk melaksanakan ibadah haji. Maka, selepas itu ia memanfaatkan waktunya di masjidil haram untuk berguru kepada para ulama disana. Ia telah berkesempatan untuk mempelajari dan mendiskusikan "Umdatul Ahkam" karya Al-Maqdisy bersama Al-Hafidh Abu Hamid Muhammad ibnu Dhohirah.
Secara umum fase kehidupan Al-Hafidz Ibnu Hajar dapat dibagi dalam 3 masa;
Masa pencarian ilmu-ilmu dasar, pada masa ini ibnu Hajar mendalami keilmuan sejarah dan keilmuan bahasa Arab, termasuk balaghah dan sastra. Kemampuan dalam bidang bahasa bukan kemampuan yang bisa didapat dalam waktu singkat, pendidikan ini tentulah berawal sejak usia dini. Keutamaan Ibnu Hajar dalam sastra Arab telah terbukti dengan syair-syairnya. As-Subky dalam "Thabaqat Syu'ara'" menyebutkan beberapa syairnya, dan kini kumpulan syair Ibnu Hajar pun telah tercetak dalam 1 jilid di India. Dari hasil dari keilmuan sejarah yang ia pelajari, Ibnu hajar telah menuliskan biografi para tokoh, diantaranya dalam "Tadzibu at-Tahdzib" juga "Ad-Durar Al-Kaminah" yang mencakup para tokoh muslim abad ke-8 H. Kemudian, masa dimana Ibnu Hajar menekuni keilmuan hadits dengan berbagai cabang keilmuannya. Masa ini berawal pada tahun 796 H. Di masa inilah nama Ibnu Hajar muncul dan dikenal oleh berbagai kalangan. Kesiapannya dengan bekal keilmuan-keilmuan lain, kekuatannya dalam menghafal, kecerdasannya dan juga semangatnya telah menjadikan Ibnu Hajar sosok yang mumpuni dalam bidang keilmuan ini. Ia pun telah berguru kepada para Huffadz dan ulama di zamannya, diantaranya: Abu Ishaq At-Tanukhi (dalam bidang Qiraat), Al Hafidz Zaenuddin Al-'Iraqi, Nuruddin Ali Al-Haitsamy (penulis Majmau Az-Zawaid), Sirajuddin Al-Bulqiny, Ibnu Mulaqqin, Imam Ibnu Jama'ah, Sayyidah Maryam bintu Al-Adzra'i, Sayyidah Fathimah, Sayyidah Aisyah keduanya putri Imam Muhammad bin Abdul Hadi dan para ulama yang lainnya. Dalam masa ini Al-Hafidz Al-’Iraqi adalah guru yang paling berperan dalam mengembangkan kemampuan keilmiahannya. Hal ini dapat dilihat dari banyak hal yang diambil oleh Ibnu Hajar dari karya-karya Al-’Iraqi seperti Syarh-nya atas sunan At-Tirmidzi, dan lain-lain, dalam karya monumental Ibnu Hajar "Fathul Bari". Kemampuan Ibnu Hajar dalam membaca dan menghafal sangatlah luar biasa, hingga suatu saat ia telah mengajarkan shahih Bukhari dalam 10 kali pertemuan, setiap pertemuan dilaksanakan selepas shalat dhuhur hingga shalat ashar. Shahih Muslim ia selesaikan dalam 5 kali pertemuan dalam dua setengah hari. Bahkan dalam perjalanannya ke negeri Syam, ia telah membaca dengan cepat Mu'jam Thabarani As-Shaghir dalam satu majelis diantara shalat dhuhur dan ashar. Masa ketiga adalah masa pematangan keilmuan. Masa ini bisa dikatakan bermula pada tahun 810 H. Di tahun ini Ibnu Hajar telah mengisi beberapa majelis keilmuan dalam beberapa disiplin ilmu. Selain itu ia diminta untuk menjadi mufti juga qadhi. Kepopuleran Ibnu Hajar dengan keutamaannya dalam disiplin ilmu hadits terus meluas. Berbagai permintaan untuk mengajar pun datang dari berbagai daerah. Bahkan para ulama dari berbagai madzhab pun mengutus murid-murid mereka untuk berguru kepadanya. Ia juga menjadi khatib di masjid Al-Azhar As-Syarif dan Amru bin Ash. Permintaan agar ia menjadi qadhi resmi kerajaan datang dari Syam, namun ia menolaknya. Lalu ia menerima permintaan serupa untuk Mesir. Menduduki jabatan qodhi mesir bukanlah hal yang ia senangi. Akhirnya Ibnu Hajar mengundurkan diri dari jabatan ini dan memilih untuk menyibukkan diri dalam mengajar hadits, meskipun diminta untuk kembali. Dalam hal ini salah satu murid Ibnu Hajar, yaitu imam Al-Hafidz As-Sakhawi telah menuliskan biografi gurunya tercinta dalam karyanya "Raf'ul Al-'ishr an Qudhati Misr".
Ibnu Hajar telah memulai menuliskan gagasan-gagasannya sejak usia dini. Ia telah memulai dengan karyanya "Taghiqu At-Ta'liq" pada tahun 786 H. Dalam karya ini, ia mengumpulkan hadits-hadits mu'allaq dalam Shahih Al-Bukhari dan mengumpulkan pula hadits-hadits lain yang sama dari berbagai sumber untuk menutupi keterputusan sanad yang ada. Hal ini menunjukkan keluasan pengetahuannya dalam literatur-literatur hadits yang ada. Karya-karya Ibnu Hajar berjumlah lebih dari 150 judul buku, baik berupa buku-buku yang berjilid panjang seperti "Fathul Bari", dan "Tahdzibu at-Tahdzib" ataupun matan-matan buku kecil seperti "Nukhbatu al-Fikr" dan syarhnya "Nuzhatu An-Nadhar".
Imam Sakhawi menuturkan bahwa ia pernah mendengar dari sang guru bahwa ia masih merasa kecewa dengan karya-karyanya yang ada, dan ia baru puas dengan beberapa karya saja yaitu: "Fathul Bâri bi Syarkhi Shahih Bukhari" , "Hadyu as-Sary" sebagai muqaddimahnya, "Al-Musytabih", "At-Tahdzib", dan "Lisanu Al-Mizan". Kekecewaan ini dikarenakan ia belum berkesempatan mengkaji lagi lebih dalam karya-karyanya yang lain. Dalam mengkaji karyanya seperti "Fathul Bâri" Ibnu Hajar menerapkan metode kajian seperti yang dilakukan oleh Abu Hanifah bersama kawan-kawannya, yaitu seminggu sekali Ibnu Hajar berkumpul bersama para ulama lain untuk mendiskusikan tulisan-tulisan yang telah ia buat. Proses ini berlangsung dari tahun 817 hingga 842 H. Al-Hafidz Ibnu Hajar mengakhiri aktifitasnya disaat ajal datang pada malam sabtu 28 Dzulhijjah 852 H. Umat muslim pun berkabung akan kepergiannya. Ia telah meninggal dunia, meninggalkan para murid, keluarga, dan umat yang amat mencintainya. Namun jasanya dan karya-karyanya hingga saat ini masih ada bersama kita dan umat ini, seakan mengajak kita mengikuti majelis ilmu yang ia lakukan bersama para ulama lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar